Demi alasan efisiensi, Dinas Pendidikan Kota Bogor menilai perbaikan ujian seharusnya dilakukan di tahun ajaran berikutnya. Jadi, siswa yang gagal ujian harus tetap tinggal kelas dan mengulang pelajaran.
“Kalau ujian susulan karena siswa sakit saat ujian nasional, masih tetap bisa. Nah, ujian perbaikan yang enam bulan setelah ujian utama, setelah nilai keluar, sudah tidak ada lagi sekarang. Harus ujian tahun berikutnya. Itu efisiensi,” papar PLT Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor, Fahruddin.
Ketua Dewan Pendidikan Kota Bogor, Apendi Arsyad, menambahkan, ujian nasional kini sifatnya hanya untuk pemetaan dan perkembangan anak.
Kelak, untuk masuk ke perguruan tinggi tidak mutlak menggunakan hasil UN. Sehingga meski anak tidak lulus UN, tetap bisa melanjutkan studi, hanya saja sekolahnya dicap tidak mumpuni.
“Jadi tidak terlalu berpengaruh, hanya pemetaan saja. Tidak lulus UN tetap bisa diterima. Setiap PT kan tidak mengharuskan lulus UN. Waktu tidak seberapa, efisiensi jadi terbuang kan,” tandasnya.
[ads-post]
Di bagian lain, Bogor belum sepenuhnya mampu menampung Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK).
Informasi yang dihimpun UNBK di Kabupaten Bogor hanya mampu diikuti sebanyak 144 SMP, dari total 616 SMP yang menggelar UN.
Artinya, hanya 15.939 siswa yang tahun ini UN menggunakan komputer, atau 26 persen dari total keseluruhan 61.218 siswa SMP di Kabupaten Bogor yang mengikuti UN.
Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kabupaten Bogor, Tb. A. Luthfi Syam, mengatakan, sisa dari mereka yang tidak mengikuti UNBK, tetap mengikuti ujian secara reguler, yakni Ujian Nasional Kertas dan Pensil (UNKP).
“Tapi perlu diingat, 26 persen ini, populasinya berapa banyak. Karena 26 persen buat Kabupaten Bogor itu hampir sama 100 persen buat sebuah kota. Populasi yang ikut UN kita 60 ribu lebih, yang bisa ikut UNBK diatas 15 ribu,” papar Luthfi.
Minimnya angka peserta UNBK ini, sambung Luthfi tak lepas dari keputusan awal Mendikbud saat itu, yakni Anies Baswedan, yang mengumumkan bahwasanya UNBK bisa dilakukan sebanyak dua gelombang.
Namun ternyata, belakangan diubah menjadi hanya satu gelombang. Padahal semisalnya betul dua gelombang dengan masing-masing gelombang terdiri dari tiga shift, mungkin angka pelajar Kabupaten Bogor yang mengikuti UNBK bisa di atas 50 persen.
“Karena walaupun kita bisa melakukan share resource dengan SMA/ SMK, kan jarak sekolah itu jauh-jauh, masalahnya. Belum lagi dengan harus membiasakan anak agar tidak grogi. Kan persoalannya bukan hanya berapa anak yang ikut UNBK. Tetapi kita mau juga kemampuan anak betul terbaca secara real, jangan gara-gara grogi, gara-gara baru datang ke sekolah itu buyar,” ungkapnya.
Dikatakan Luthfi, kini seorang anak akan lulus jika mengikuti tiga ujian. Pertama yakni ujian sekolah, UNBK atau UNKP lalu ujian sekolah berbasis nasional.
April sedianya sudah dimulai rangkaian ujian akhir, tapi persiapannya sudah dimulai sedari beberapa bulan yang lalu.
“Rencana persiapan bahwa kami berkirim surat dengan DPRD agar ada upaya dengar pendapat,” katanya.
Luthfie mengaku sempat memiliki peluang untuk memanfaatkan anggaran, tetapi APBD sudah rampung.
Mencari jalan lain pun dilakukan, salah satunya dengan upaya menyuarakan suara ke Mendikbud.
“Berkirim surat ke Kemendagri ini kan dalam kondisi darurat soal UNBK. Kalau ada surat dari Kemendagri, kawan-kawan kita di anggaran siap membantu, kalau seperti itu akan lebih banyak lagi sekolah yang ikut UNBK,” tandasnya.(jpnn)
Advertisement
Posting Komentar