Terkait rencana moratorium UN, Federasi Guru Serikat Indonesia (FSGI) menyatakan mendukungnya. Mereka pun memaparkan beberapa alasan UN perlu dimoratorium, Senin (12/12/2016).
[warning title="REKOMENDASI" icon="exclamation-triangle"]UN Akan Terus Diwarnai Praktek Kecurangan
UN Dianggap Sebagai Sebuah Ketidakadilan Dalam Pendidikan[/warning]
UN terbukti tidak meningkatkan kualitas pendidikan. Secara pedagogis sendiri, UN telah membuat pembelajaran serta pengajaran menjadi kering.
Lalu karena sesuai standar pendidikan minimal Strata Satu (S-1), dan belum terpenuhnya standar pada sarana dan prasarana pendidikan yang tidak sesuai seluruh wilayah dalam pembuatan soal UN.
Kemudian, UN dinilai memaksanakan diri dengan standar soal yang berindikator sama. Ini merupakan perbuatan yang tidak berkeadilan sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 66 Ayat (2).
[ads-post]
Selanjutnya, sebagian besar guru di Indonesia tidak merasa bangga dengan hasil UN, karena melihat dan mendengar sendiri adanya penyebaran kunci jawaban. Kebocoran kunci jawaban antarsiswa, soal bocor, sampai terlalu banyak pihak berkepentingan dengan hasil UN.
UN sendiri diharapkan bisa menjadi pemetaan pada mutu pendidikan. Namun kenyataannya, pemetaan ketidakjujuran terjadi di berbagai pihak. UN juga dilaksanakan dengan proses yang panjang dari pusat ke daerah. Sepanjang itu, kebocoran berpeluang terjadi.
Penentu kelulusan juga ditentukan oleh UN sehingga menimbulkan faktor ketidakjujuran terjadi. Masyarakat pun sudah mengembangkan pola pikirnya sendiri bahwa hanya ada dua pilihan jujur tapi tidak lulus atau tidak jujur tapi lulus.
Terakhir, alasan mengapa UN perlu dimoratorium adalah karena pelaksanaan UN dilakukan secara tidak objektif dan kompetensi. Biaya ratusan miliar pun dikeluarkan namun tidak sesuai harapan dalam mengukur mutu. (okezone)
UN Dianggap Sebagai Sebuah Ketidakadilan Dalam Pendidikan[/warning]
UN terbukti tidak meningkatkan kualitas pendidikan. Secara pedagogis sendiri, UN telah membuat pembelajaran serta pengajaran menjadi kering.
Lalu karena sesuai standar pendidikan minimal Strata Satu (S-1), dan belum terpenuhnya standar pada sarana dan prasarana pendidikan yang tidak sesuai seluruh wilayah dalam pembuatan soal UN.
Kemudian, UN dinilai memaksanakan diri dengan standar soal yang berindikator sama. Ini merupakan perbuatan yang tidak berkeadilan sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 66 Ayat (2).
[ads-post]
Selanjutnya, sebagian besar guru di Indonesia tidak merasa bangga dengan hasil UN, karena melihat dan mendengar sendiri adanya penyebaran kunci jawaban. Kebocoran kunci jawaban antarsiswa, soal bocor, sampai terlalu banyak pihak berkepentingan dengan hasil UN.
UN sendiri diharapkan bisa menjadi pemetaan pada mutu pendidikan. Namun kenyataannya, pemetaan ketidakjujuran terjadi di berbagai pihak. UN juga dilaksanakan dengan proses yang panjang dari pusat ke daerah. Sepanjang itu, kebocoran berpeluang terjadi.
Penentu kelulusan juga ditentukan oleh UN sehingga menimbulkan faktor ketidakjujuran terjadi. Masyarakat pun sudah mengembangkan pola pikirnya sendiri bahwa hanya ada dua pilihan jujur tapi tidak lulus atau tidak jujur tapi lulus.
Terakhir, alasan mengapa UN perlu dimoratorium adalah karena pelaksanaan UN dilakukan secara tidak objektif dan kompetensi. Biaya ratusan miliar pun dikeluarkan namun tidak sesuai harapan dalam mengukur mutu. (okezone)
Advertisement
Posting Komentar