"Ini belum ada surat resminya. Kalau benar, kami menunggu sosialisasinya. Nanti kami tanya alasannya apa," ujar Nana sebagaimana dilansir laman Prokal, Sabtu (10/12).
Bagi Nana, infak itu merupakan sarana melatih siswa untuk beramal.
"Yang mungkin nggak boleh itu, kalau infak dipatok (jumlahnya)," tuturnya.
[ads-post]
Dia menjelaskan, di MAN 1 Pontianak, penarikan infak ditangani langsung oleh siswa.
Menurut dia, melarang infak sama artinya melupakan sejarah.
"Madrasah didirikan itu dari masyarakat, jadi madrasah itu milik masyarakat," terang Nana.
[warning title="REKOMENDASI" icon="exclamation-triangle"]Contoh 48 Jenis Pungli Di Sekolah dan PERMENDIKBUD No 44
Menhan: OSPEK Akan Diganti dengan Bela Negara [/warning]
Terlebih, pengelolaan madrasah berbeda dengan pengelolaan sekolah umum.
"Di sekolah umum itu ada BOS dan BOSDA, kalau di madrasah hanya ada BOS," bebernya.
Selain itu, pendanaan dari dinas pendidikan tidak bisa diperoleh madrasah yang berada di bawah naungan Kementerian Agama.
Nana mencontohkan kebutuhan membeli sajadah. Menurut dia, kebutuhan itu tidak ada dalam anggaran.
Begitu pula bia ada siswa, guru, atau orang tua murid yang meninggal dunia. Sekolah biasanya menarik infak.
"Tentu, hal seperti inikan nggak mungkin diambil dari anggaran," tegasnya.
Hal yang sama diutarakan Kepala Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Pontianak Hamdani Sulma.
Dia mencontohkan baju seragam sekolah.
Pihak sekolah ingin mempermudah dan menolong siswa.
"Harganya pun hampir di seluruh sekolah tidak ada lebih tinggi dari yang dijual di pasar-pasar," ungkap Hamdani. (jpnn)
Advertisement
Posting Komentar