Peralihan Ke Provinsi, Sekolah Gratis Ternacam Hilang
SURABAYA ~ DPRD Surabaya mulai hari ini tengah membahas kebijakan sekolah gratis bagi jenjang SMA/SMK yang terancam hilang karena proses peralihan ke provinsi.Hari ini mereka akan mengadakan pertemuan dengan pemkot guna mencari sebuah solusi terkait masalah tersebut.
Harapannya, tahun depan para wali murid tidak lagi pusing karena memikirkan biaya pendidikan bagi anak-anaknya.
Herlina Harsono Njoto Anggota Badan Anggaran DPRD Surabaya menjelaskan, pihak eksekutif telah mengumpulkan sebuah draf Kebijakan Umum Anggaran dan Penetapan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) RAPBD 2017.
Saat ini dewan bersama pemkot tinggal membahasnya.[warning title="Rekomendasi" icon="info-circle"]Pungli di Sekolah, Diturunkan Pangkat Hingga Dipecat [/warning]Dalam rapat, Herlina menyatakan akan mendorong pemkot tetap menerapkan kebijakan belajar di SMA/SMK di Surabaya secara gratis.
Karena itu, dia mengaku masih menimbang-nimbang beragam usulan jalan keluar pembiayaan sekolah tak berbayar seperti yang dilakukan beberapa tahun ini.
Salah satu yang tengah dipikirkan adalah memberikan bantuan keuangan ke pemprov.
Meski demikian, alokasi anggarannya tetap dikembalikan ke Surabaya untuk menambah dana pengelolaan SMA/SMK.
"Sebenarnya agak aneh sih. Tapi, kalau payung hukumnya ada, saya berani ikut mendorong, " ujar perempuan yang juga ketua Komisi A DPRD Surabaya tersebut.
Jalan keluar lain yang akan dilontarkan adalah mencontoh peralihan kewenangan Terminal Joyoboyo ke provinsi.
Meski dialihkan, pengelolaannya tetap dilakukan pemkot.
"Kami coba opsi yang sama pada SMA/SMK. Apakah itu bisa dilakukan," ujar ibu tiga anak itu.
Opsi lainnya membuat peraturan gubernur. Isinya mengecualikan Surabaya untuk tetap bisa membiayai murid-murid SMA/SMK meski kewenangannya dialihkan ke provinsi.
"Kalau ada aturannya, masalah jadi klir. Karena dari sisi anggaran, Surabaya mampu," jelasnya.
Namun, bila harus memungut dari wali murid, biaya yang harus dibayarkan adalah Rp 152 ribu per siswa setiap bulan.
Sulistyarini, salah seorang wali murid SMPN 43, mengaku sudah mendengar kemungkinan SMA/SMK tidak gratis lagi.[warning title="Rekomendasi" icon="info-circle"]3 PROGRAM PRIORITAS MENDIKBUD DI TAHUN INI [/warning]Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa bila kelak menyekolahkan anaknya di SMA/SMK.
Kendati harus mengeluarkan biaya, dia mengaku akan tetap mengupayakannya.
"Ya, ikut saja. Namanya juga untuk anak," katanya.
Menurut dia, tidak ada pendidikan yang gratis. Tetap ada biaya yang harus dikeluarkan.
Yang terpenting, imbuh dia, biaya pendidikan wajar alias tidak memberatkan.
Anggota DPRD Komisi D Reni Astuti mengaku sudah berkonsultasi ke Kemendikbud dan Kemendagri.
Materi yang disampaikan sama. Yakni, terkait pembiayaan SMA/SMK oleh daerah.
Saat ke Kemendagri, disampaikan bahwa aturannya sudah jelas.
Pada masa transisi, pemkot masih bisa ikut menganggarkan. Bahkan, sudah ada Permendagri Nomor 52 Tahun 2015 dan SE Mendagri yang memerinci secara jelas.
Soal gaji, operasional, perawatan, dan lain-lain tetap dianggarkan pemkot hingga Desember 2016.
Dana BOS yang bisa menjadi alternatif solusi pembayaran tenaga honorer pada masa transisi ini tidak bisa dilakukan.
Namun, untuk 2017, masih dilakukan pengkajian.(jpnn)
Advertisement
Posting Komentar