Psikolog keluarga Astrid WEN MPsi pendiri PION Clinition dan inisiator Theaplay Indonesia menjelaskan bahwa tidak bisa dipungkiri anak sekarang lahir di era digital sehingga bukan hal yang mengherankan jika mereka sudah kenal gadget sejak bayi.
Penelitian yang pernah dilakukan mahasiswa psikologi Universitas Indonesia, yang melihat preferensi orangtua memilih alat permainan 2012 di area Jakarta, ternyata sebagian orangtua memberikan gadget pada orangtua karena menginginkan anaknya pintar.
“Gadget dijadikan pilihan pertama, disusul lego, balok-balok konstruktif, puzzle dan lain-lain. Mainan seperti boneka handuk yang lembut yang membantu mengatasi kecemasan anak, justru tidak favorit dan menjadi pilihan terakhir orangtua,” ujar Astrid di Jakarta, baru-baru ini.
Astrid menambahkan fenomena ini juga terjadi secara global. Meskipun internet addiction belum dikenal di Indonesia, namun di negara maju masalah ini sudah dianggap sebagai ancaman serius bagi masa depan anak-anak. Dampaknya di masa depan adalah pada masalah kontrol diri. Ada risiko anak memiliki sifat narsistik.
Dampak lebih jauh adalah kemampuan bersosialisasi yang kurang terasah sehingga mereka kesulitan berteman, merasa kesepian bahkan berisiko mengalami depresi dan gangguan kecemasan.
Tidak hanya itu, lanjut dia, gadget juga berisiko akan mengganggu perkembangan anak mulai dari anak tidak bisa meregulasi diri. Sebab, segala aktivitasnya selalu ditemani gadget, baik makan dan bermain. Bahkan tidak mau makan,tidur, aktivitas lain karena main gadget.
“Gadget dijadikan pilihan pertama, disusul lego, balok-balok konstruktif, puzzle dan lain-lain. Mainan seperti boneka handuk yang lembut yang membantu mengatasi kecemasan anak, justru tidak favorit dan menjadi pilihan terakhir orangtua,” ujar Astrid di Jakarta, baru-baru ini.
Astrid menambahkan fenomena ini juga terjadi secara global. Meskipun internet addiction belum dikenal di Indonesia, namun di negara maju masalah ini sudah dianggap sebagai ancaman serius bagi masa depan anak-anak. Dampaknya di masa depan adalah pada masalah kontrol diri. Ada risiko anak memiliki sifat narsistik.
Dampak lebih jauh adalah kemampuan bersosialisasi yang kurang terasah sehingga mereka kesulitan berteman, merasa kesepian bahkan berisiko mengalami depresi dan gangguan kecemasan.
Tidak hanya itu, lanjut dia, gadget juga berisiko akan mengganggu perkembangan anak mulai dari anak tidak bisa meregulasi diri. Sebab, segala aktivitasnya selalu ditemani gadget, baik makan dan bermain. Bahkan tidak mau makan,tidur, aktivitas lain karena main gadget.
Waktu tidur tidak konsisten, waktu makan tidak teratur, jadwal keseharian terganggu karena besarnya porsi waktu gadget yang dihabiskan. Anak juga tidak terasah empatinya, mulai dari tidak aware dengan kondisi diri sendiri, tidak peduli dengan orang dan lingkungan di sekitarnya, tidak merasa perlu untuk bersosialisasi.
“Perkembangan fisik anak, baik sensori-motorik, juga terganggu. Anak juga mengalami mata cepat lelah dan kering, resiko mengalami kelainan mata, punggung, leher, jari dan pergelangan tangan pegal atau sakit,” jelas dia.
Oleh karena itu, bagi orangtua yang beranggapan bahwa anak menjadi lebih pintar karena terbiasa menggunakan gadget, Astrid menekankan bahwa pengenal gadget harus mengikuti aturan main. Penggunaan waktu layar elektronik (termasuk komputer dan televisi) yang disarankan adalah 30 – 60 menit per hari. “Bahkan untuk anak usia 0 - 2 tahun, dilarang sama sekali,” tutup dia.
“Perkembangan fisik anak, baik sensori-motorik, juga terganggu. Anak juga mengalami mata cepat lelah dan kering, resiko mengalami kelainan mata, punggung, leher, jari dan pergelangan tangan pegal atau sakit,” jelas dia.
Oleh karena itu, bagi orangtua yang beranggapan bahwa anak menjadi lebih pintar karena terbiasa menggunakan gadget, Astrid menekankan bahwa pengenal gadget harus mengikuti aturan main. Penggunaan waktu layar elektronik (termasuk komputer dan televisi) yang disarankan adalah 30 – 60 menit per hari. “Bahkan untuk anak usia 0 - 2 tahun, dilarang sama sekali,” tutup dia.
Advertisement
Posting Komentar