6 Kiat Membangun Karakter Anak |
Beberapa keluhan yang terkait dengan problem karakter ini sering disampaikan oleh para orang tua maupun sahabat-sahabat guru. Menurut saya, mungkin ada hal yang kita lewatkan dalam upaya membangun karakter anak-anak kita itu. Yakni, karakter apa yang kita tanamkan dan kapan penanaman karakter itu secara massif kita berikan.
Dari salah satu buku guru saya, Pak Hermawan Kertajaya yang berjudul Grow with Character (Bertumbuh bersama Karakter). Beliau menyarankan proses penanaman karakter dalam enam pilar yang dibeberkan sebagai berikut:
Pertama, trustworthiness (dapat dipercaya). Sebisanya, pilar itu dipupuk sejak anak berusia 4 sampai 6 tahun supaya dia tidak bohong dan berdusta serta berani membela kebenaran. Itulah karakter paling dasar.
Kedua, responsibility (bertanggungjawab). Ini sebaiknya diajarkan sejak umur 6 sampai 9 tahun. Di pilar tersebut ditanamkan sikap disiplin dan bertanggung jawab terhadap pilihan yang diambil untuk berpikir sebelum bertindak dan mempertimbangkan konsekuensi. Semisal, di mana si anak mengambil sandal, maka ke tempat itu ia mengembalikan, dan seterusnya.
Ketiga, respect (hormat), yakni dibiasakan memperlakukan orang lain dengan hormat. Mengikuti prinsip penting: “Perlakukanlah orang lain sebagaimana engkau ingin diperlakukan.” Sifat itu perlu ditanamkan sejak umur 9 sampai 11 tahun.
Keempat, fairness (adil). Anak-anak umur 11 sampai 13 tahun perlu mulai menjiwai pilar itu, agar belajar mengikuti aturan yang berlaku. Tidak berprasangka dan tidak sembarangan menyalahkan orang lain, juga berbagi dengan sesama.
Kelima, caring (peduli). Karakter ini harus diterapkan sejak masa remaja. Inti pilar itu adalah bertindak dengan ramah dan peduli kepada orang lain; memaafkan orang lain dan membantu mereka yang kesulitan.
Keenam, citizenship, (kewarganegaraan). Karakter ini dibangun sejak meninggalkan masa remaja dan mulai menjadi dewasa. Pilar itu berbicara mengenai berperan aktif dalam mengembangkan komunitas sekitar. Juga, bekerja sama dan bertetangga dengan baik, mematuhi hukum dan aturan norma agama, serta menghargai otoritas.
Akhirnya, perlu kita pahami bahwa upaya membangun karakter ini merupakan upaya never ending (tanpa akhir), yakni upaya positif terus menerus, antara orang tua, guru, sekolah, lingkungan masyarakat hingga regulasi pemerintah. Sulit memang, tapi ingatlah, bahwa sulit bukan berarti tidak bisa! (Masduki Asbari, dosen Universitas Muhammadiyah Tangerang, Sahabatkeluarga)
Advertisement
Posting Komentar