Malas membaca di kalangan pelajar sudah menjadi fenomena di Indonesia. Sebagian guru frustasi mengubah perilaku tersebut. Perlu perlakuan khusus agar mereka mau membaca.
Dalam workshop untuk guru dan orangtua di sela acara Workshop/Penjurian Final Lomba Menulis Cerita Siswa SD/MI dan MTs di Hotel Rizen Premiere, Bogor, Jawa Barat, seorang guru asal Kalimantan Barat bertanya bagaimana menanamkan minat baca di kalangan siswa dengan cepat.
Taufiq Ismail, salah satu pembicara, mengatakan bahwa anak harus dipaksa membaca. Caranya, di rumah, tiap hari orangtua membaca buku. Jika mereka melihat ayah-ibunya asyik membaca, dengan cepat anak itu akan ikut membaca.
“Beri contoh pada anak-anak bahwa ayah dan ibu suka baca buku,” ujar sastrawan yang kini berusia 80 tahun itu. Setelah anak mau membaca, tambahnya, pilihkan buku kesukaan anak dan belikan di toko buku.
Hal senada diungkapkan Suminto A. Sayuti, Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta. Di kampus, ia mewajibkan mahasiswanya di jurusan sastra membaca 16 buku per semester. Mereka diwajibkan melaporkan bacaannya kepadanya. “Mereka awalnya berat sekali,” ujarnya.
Foto Bersama
Di sekolah, Suminto mengusulkan agar guru membacakan buku di hadapan siswa agar mereka tertarik membaca. “Oleh karena itu guru harus belajar membaca dan membacakan,” ucapnya.
Saat membacakan puisi atau cerpen, misalnya, guru tidak membacakannya dengan satu model. Sebab tidak semua puisi dan cerpen dibaca dengan cara yang sama. Cara membacakan puisi atau cerpen dengan menarik mampu ‘mencuri’ hati siswa untuk turut membaca.
“Mengambil hati dengan memberi contoh. Membaca cerpen dengan cara bagus, dramatisasi. Lama-lama mereka tertarik,” tegasnya.
Dengan memberi contoh membaca buku secara asyik dan menarik baik di rumah maupun di sekolah, minat siswa untuk membaca buku akan cepat terbangun. ‘Memaksa’ bukan dengan cara kasar, melainkan dengan memberi contoh.* (DIKDAS)
Posting Komentar